Monday, September 8, 2014

Nyonya Maria

Oleh: Candra

“Kau sebaiknya tidur sendiri, kita bukan suami-istri, tak pantas”, bentak Gian pada Maria.
“Tidak, lebih baik aku ikut, biar tidak tidur semalam suntuk”, begitulah tekad Maria.
Malam itu Maria tak mau ditinggalkan, ia tetap ingin tidur di temani Gian.


                “Ini malam Jum’at, Pemali”, teman Gian berpesan.
Sore itu Gian bersama temannya habis bermain-main dari pantai Anyer. Rumah Gian dan rumah temanya berjauhan, mereka teman akrab kemanapun selalu berdua.
                Teman Gian telah lebih dulu turun didepan rumahnya, sedangkan Gian sendiri masih dalam perjalanan pulang. Tiba-tiba mobil yang ditumpangi Gian berhenti, seorang cewek naik dan duduk persis disebelah Gian. Kebetulan Gian pada cewek itu kenal, ia adalah Maria yang sering dijumpai di Bar. Maria orangnya memang manis dan penampilanya sebagai pelayan dia sangat supel dan lincah. Justru itulah Maria banyak kenalan, terutama kaum Adam termasuk Gian.
                “mau kemana Zus Maria”, sapa Gian.
                “Pulang”, jawabnya pendek.
                Didalam mobil, Gian dan Maria ngobrol kesana-kemari, malah Maria menanyakan pada Gian, “sekolahnya kelas berapa?”, Gian tidak menjawab karena sudah lama meninggalkan sekolah. Ingin Gian mengatakan pada Maria sudah punya istri, didepan publik rasanya Gian gengsi, dengan cepat Gian mengalihkan obrolan kemasalah lain. Begitu juga Maria tak pernah bercerita pada Gian status dirinya.
                Hanya beberapa menit lagi maria akan tiba dikampung tempat tinggalnya, Gian iseng bercanda pada Maria.
                “Maria ikut aku yuk”, ajak Gian.
                “ok, asal nonton Film”, jawab Maria.
                Sesampainya didepan gedung film mereka terpaku, pertunjukan film yang terakhir hampir bubaran, terpaksa mereka tidak jadi nonton.
 “Aku harus mengantar Maria pulang”, gumam Gian dalam hatinya.
Maria diajak pulang, herannya dia menolak. Malah Maria menakut-nakuti Gian, dikampungnya jalan berdua malam-malam begini bisa babak belur oleh ronda.
                Gian bingung dengan tingkah Maria, Gian curiga, pasti ada yang misterius terselip pada diri Maria, fikir Gian. Malam itu Gian betul-betul ketempuhan buntut macan, resiko bercanda mengajak nonton pada Maria akhirnya menyusahkan dirinya sendiri.
                “kita ke pantai Anyer yuk”, usul Maria pada Gian.
                “Barusan dari sana”, jawab Gian.
                Maria mengajak ke Pantai Anyeragar lebih bebas dan leluasa bermesraan disana. Biar tidak bisa tidur, tapi Maria dapat merasakan indahnya pantai dimalam hari, disamping itu menghindari orang-orang yang kenal padanya, juga agar tak seorang pun tahu bahwa malam itu Maria pergi bersama Gian. Maria tak tahu sebetulnya Gian telah mempunyai istri dan dua orang putra. Memang betul, jika dilihat dari perawakan Gian, semua orang akan menerka bahwa Gian masih duduk dibangku Sekolah Menengah tingkat Atas.
                Gigitan angin malam terasa dingin, orang-orang disekitar mereka sudah pada tidur nyenyak dalam peraduannya masing-masing, begitu juga dengan Alan dan Candra putra Gian yang dari maghrib menantikan kedatangan Ayahnya. Tapi Ayahnya tak kunjung tiba. Mereka tak tahu, Ayahnya sedang ada dalam sekapan seorang wanita.
                Gian selalu teringat akan putranya yang setiap malamnya ingin tidur bersamanya dan setiap hari, bila Gian berangkat kerja, kedua putranya selalu melambaikan tangan dan mengucapkan “da....aaah”, mengiringi kepergian Gian.
                Dikampungnya Gian sangat hati-hati sekali dan selalu mengkaji diri demi masyarakat. Gian telah berjanji dalam hatinya tak akan meninggalkan mesjid, setiap sembahyang berjama’ah Gian selalu dipinta menjadi Imam. Memang sesuai dengan pengetahuan Gian yang jebolan sekolah Aliyah.
                Malam itu Gian betul-betul kena jerat Iblis, sehingga tenggelam dibuaian malam berbisa. Ini betul-betul merupakan ujian ke-Imanan Gian kepada Tuhan YME.
                Semua ajakan Maria tidak diperhatikannya. Gian punya akal, Maria akan disuruh tidur di Hotel sendirian, ini inspirasi yang sangat bagus, fikir Gian. Tentu Maria akan setuju, lalu aku akan segera terbebas dari segala tuntunan dosa.
                “Maria kau setuju tidur di Hotel kan?”, pinta Gian pada Maria.
                “Iya”, jawab Maria.
                Penjaga hotel telah tertidur pulas, karena pengaruh jejak malam yang hampir fajar. Terpaksa Gian harus mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mengatakan maksudnya, penjaga Hotel setuju karena masih ada satu kamar kosong.
                Setelah Maria masuk kamar Hotel, aku bisa pulang, gumam Gian dalam hatinya. Tak mungkin tidur bersama, aku dan Maria bukan suami-istri, aku tak mau istriku mimpi buruk atau mendapat firasat jelek.
                “Kau tidur disini Maria, aku akan pulang, besok akan kujemput lagi kemari atau kau pulang sendiri!”, pinta Gian pada Maria.
                “Tidak, aku tak mau tidur sendiri, takut”, jawab Maria.
                Maria tetap ingin tidur ditemani, sagala alasan Gian tidak dianggapnya. Maria selalu membujuk Gian dan sekali-kali kecupan bibir Maria terasa menggores di pipi Gian. Padahal pada waktu bujang, Gian tak pernah diciumi pacar, malah sebaliknya ciuman sayang Gian sering dilakukan pada pacarnya. Ini aneh, atau memang Gian lebih muda dari Maria. Betul, kalau dilihat dari usia, Maria lebih tua dari usia Gian.
                Gian tengadah, diangkasa raya bintang-bintang nampak indah gemerlapan menghiasi cakrawala dan memancarkan cahayanya ke pelosok Buana. Hanya bintang-bintang itulah saksi utama Gian, seandainya Gian berbuat tak keruan pada Maria.
                Dalam suasana yang menggelikan bagi Gian, pelukan dan kecupan bibir Maria masih juga mentaburi bahwa malam itu penuh pesona bagi Maria, sebaliknya bagi Gian bagaikan dalam kejaran Dosa.
                “Maafkan Maria, Yan..”, Maria berkata sambil memeluk Gian penuh rasa sayang.
                Gian hanya terdiam dan merasa kesal pada tingkah Maria. Rupanya sudah tak ada lagi cerita buat Gian, ini betul-betul kesalahan tehnis, fikirnya. Sebetulnya aku mengajak nonton  film pada Maria hanya bercanda saja. Dasar awak lagi naas, mengapa kata-kataku memikat hati Maria, seolah-olah Maria kena Hipnotis, hanya itu gerutu Gian dalam hatinya. Padahal Maria tak pernah main kemana-mana, ini pengakuan Maria, soalnya Maria tidak ada waktu, selain itu Maria sibuk di Bar. Sudah taqdir Tuhan rupanya, malam itu kami dipertemukan untuk menjadi peran utama dalam sebuah sandiwara nyata tanpa sutradara.
                “Yaaan, mau kan memaafkanku”, ucap Maria kedengarannya sangat sedih sekali.
                “Tak apa-apa, kau tak bersalah”, sela Gian
                Memang Maria tidak bersalah, tapi Gian-lah yang tak mau meluluskan kehendak Maria, sampai Maria tidak tidur semalam suntuk. Walaupun demikian Gian tetap suci menurut pandangan syara dan tidak menuruti kehendak syetan.
                “Maria betul-betul berdosa Yan, sebetulnya Maria sudah punya suami dan seorang putra, tapi Maria di madu menjadi istri muda.
                “Hah..??”.
                Telinga Gian seakan mendengar dentuman Bom Atom. Astagpirullah Al’adzim, ampunilah aku ya Tuhan. Benarkah Maria istri orang lain? Tidak! Aku tak tahu, ini bukan salahku. Oh Maria, mengapa kau tak bicara sebelumnya, mungkin aku menolak kau pergi bersamaku. Bergitulah penyesalan Gian dalam hatinya. Nasipun telah menjadi bubur dan semuanya telah berlalu.

                Malam-pun sirna, Gian berjanji dalam hatinya, mulai pagi itu untuk tidak bertemu lagi dengan Nyonya Maria.  

0 Kritikan:

Post a Comment