Oleh: Candra
“Kau sebaiknya tidur sendiri, kita
bukan suami-istri, tak pantas”, bentak Gian pada Maria.
“Tidak, lebih baik aku ikut, biar
tidak tidur semalam suntuk”, begitulah tekad Maria.
Malam itu Maria tak mau
ditinggalkan, ia tetap ingin tidur di temani Gian.
“Ini
malam Jum’at, Pemali”, teman Gian berpesan.
Sore itu Gian bersama temannya habis
bermain-main dari pantai Anyer. Rumah Gian dan rumah temanya berjauhan, mereka
teman akrab kemanapun selalu berdua.
Teman
Gian telah lebih dulu turun didepan rumahnya, sedangkan Gian sendiri masih
dalam perjalanan pulang. Tiba-tiba mobil yang ditumpangi Gian berhenti, seorang
cewek naik dan duduk persis disebelah Gian. Kebetulan Gian pada cewek itu
kenal, ia adalah Maria yang sering dijumpai di Bar. Maria orangnya memang manis
dan penampilanya sebagai pelayan dia sangat supel dan lincah. Justru itulah
Maria banyak kenalan, terutama kaum Adam termasuk Gian.
“mau
kemana Zus Maria”, sapa Gian.
“Pulang”,
jawabnya pendek.
Didalam
mobil, Gian dan Maria ngobrol kesana-kemari, malah Maria menanyakan pada Gian,
“sekolahnya kelas berapa?”, Gian tidak menjawab karena sudah lama meninggalkan
sekolah. Ingin Gian mengatakan pada Maria sudah punya istri, didepan publik
rasanya Gian gengsi, dengan cepat Gian mengalihkan obrolan kemasalah lain.
Begitu juga Maria tak pernah bercerita pada Gian status dirinya.
Hanya
beberapa menit lagi maria akan tiba dikampung tempat tinggalnya, Gian iseng
bercanda pada Maria.
“Maria
ikut aku yuk”, ajak Gian.
“ok,
asal nonton Film”, jawab Maria.
Sesampainya
didepan gedung film mereka terpaku, pertunjukan film yang terakhir hampir
bubaran, terpaksa mereka tidak jadi nonton.
“Aku harus mengantar Maria pulang”, gumam Gian
dalam hatinya.
Maria diajak pulang, herannya dia
menolak. Malah Maria menakut-nakuti Gian, dikampungnya jalan berdua malam-malam
begini bisa babak belur oleh ronda.
Gian
bingung dengan tingkah Maria, Gian curiga, pasti ada yang misterius terselip
pada diri Maria, fikir Gian. Malam itu Gian betul-betul ketempuhan buntut
macan, resiko bercanda mengajak nonton pada Maria akhirnya menyusahkan dirinya
sendiri.
“kita
ke pantai Anyer yuk”, usul Maria pada Gian.
“Barusan
dari sana”, jawab Gian.
Maria
mengajak ke Pantai Anyeragar lebih bebas dan leluasa bermesraan disana. Biar
tidak bisa tidur, tapi Maria dapat merasakan indahnya pantai dimalam hari,
disamping itu menghindari orang-orang yang kenal padanya, juga agar tak seorang
pun tahu bahwa malam itu Maria pergi bersama Gian. Maria tak tahu sebetulnya
Gian telah mempunyai istri dan dua orang putra. Memang betul, jika dilihat dari
perawakan Gian, semua orang akan menerka bahwa Gian masih duduk dibangku
Sekolah Menengah tingkat Atas.
Gigitan
angin malam terasa dingin, orang-orang disekitar mereka sudah pada tidur
nyenyak dalam peraduannya masing-masing, begitu juga dengan Alan dan Candra
putra Gian yang dari maghrib menantikan kedatangan Ayahnya. Tapi Ayahnya tak kunjung
tiba. Mereka tak tahu, Ayahnya sedang ada dalam sekapan seorang wanita.
Gian
selalu teringat akan putranya yang setiap malamnya ingin tidur bersamanya dan
setiap hari, bila Gian berangkat kerja, kedua putranya selalu melambaikan
tangan dan mengucapkan “da....aaah”, mengiringi kepergian Gian.
Dikampungnya
Gian sangat hati-hati sekali dan selalu mengkaji diri demi masyarakat. Gian
telah berjanji dalam hatinya tak akan meninggalkan mesjid, setiap sembahyang
berjama’ah Gian selalu dipinta menjadi Imam. Memang sesuai dengan pengetahuan
Gian yang jebolan sekolah Aliyah.
Malam
itu Gian betul-betul kena jerat Iblis, sehingga tenggelam dibuaian malam
berbisa. Ini betul-betul merupakan ujian ke-Imanan Gian kepada Tuhan YME.
Semua
ajakan Maria tidak diperhatikannya. Gian punya akal, Maria akan disuruh tidur
di Hotel sendirian, ini inspirasi yang sangat bagus, fikir Gian. Tentu Maria
akan setuju, lalu aku akan segera terbebas dari segala tuntunan dosa.
“Maria
kau setuju tidur di Hotel kan?”, pinta Gian pada Maria.
“Iya”,
jawab Maria.
Penjaga
hotel telah tertidur pulas, karena pengaruh jejak malam yang hampir fajar.
Terpaksa Gian harus mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mengatakan maksudnya,
penjaga Hotel setuju karena masih ada satu kamar kosong.
Setelah
Maria masuk kamar Hotel, aku bisa pulang, gumam Gian dalam hatinya. Tak mungkin
tidur bersama, aku dan Maria bukan suami-istri, aku tak mau istriku mimpi buruk
atau mendapat firasat jelek.
“Kau
tidur disini Maria, aku akan pulang, besok akan kujemput lagi kemari atau kau
pulang sendiri!”, pinta Gian pada Maria.
“Tidak,
aku tak mau tidur sendiri, takut”, jawab Maria.
Maria
tetap ingin tidur ditemani, sagala alasan Gian tidak dianggapnya. Maria selalu
membujuk Gian dan sekali-kali kecupan bibir Maria terasa menggores di pipi
Gian. Padahal pada waktu bujang, Gian tak pernah diciumi pacar, malah
sebaliknya ciuman sayang Gian sering dilakukan pada pacarnya. Ini aneh, atau
memang Gian lebih muda dari Maria. Betul, kalau dilihat dari usia, Maria lebih
tua dari usia Gian.
Gian
tengadah, diangkasa raya bintang-bintang nampak indah gemerlapan menghiasi
cakrawala dan memancarkan cahayanya ke pelosok Buana. Hanya bintang-bintang
itulah saksi utama Gian, seandainya Gian berbuat tak keruan pada Maria.
Dalam
suasana yang menggelikan bagi Gian, pelukan dan kecupan bibir Maria masih juga
mentaburi bahwa malam itu penuh pesona bagi Maria, sebaliknya bagi Gian
bagaikan dalam kejaran Dosa.
“Maafkan
Maria, Yan..”, Maria berkata sambil memeluk Gian penuh rasa sayang.
Gian
hanya terdiam dan merasa kesal pada tingkah Maria. Rupanya sudah tak ada lagi
cerita buat Gian, ini betul-betul kesalahan tehnis, fikirnya. Sebetulnya aku
mengajak nonton film pada Maria hanya
bercanda saja. Dasar awak lagi naas, mengapa kata-kataku memikat hati Maria,
seolah-olah Maria kena Hipnotis, hanya itu gerutu Gian dalam hatinya. Padahal
Maria tak pernah main kemana-mana, ini pengakuan Maria, soalnya Maria tidak ada
waktu, selain itu Maria sibuk di Bar. Sudah taqdir Tuhan rupanya, malam itu kami
dipertemukan untuk menjadi peran utama dalam sebuah sandiwara nyata tanpa
sutradara.
“Yaaan,
mau kan memaafkanku”, ucap Maria kedengarannya sangat sedih sekali.
“Tak
apa-apa, kau tak bersalah”, sela Gian
Memang
Maria tidak bersalah, tapi Gian-lah yang tak mau meluluskan kehendak Maria,
sampai Maria tidak tidur semalam suntuk. Walaupun demikian Gian tetap suci
menurut pandangan syara dan tidak menuruti kehendak syetan.
“Maria
betul-betul berdosa Yan, sebetulnya Maria sudah punya suami dan seorang putra,
tapi Maria di madu menjadi istri muda.
“Hah..??”.
Telinga
Gian seakan mendengar dentuman Bom Atom. Astagpirullah Al’adzim, ampunilah aku
ya Tuhan. Benarkah Maria istri orang lain? Tidak! Aku tak tahu, ini bukan
salahku. Oh Maria, mengapa kau tak bicara sebelumnya, mungkin aku menolak kau
pergi bersamaku. Bergitulah penyesalan Gian dalam hatinya. Nasipun telah
menjadi bubur dan semuanya telah berlalu.
Malam-pun
sirna, Gian berjanji dalam hatinya, mulai pagi itu untuk tidak bertemu lagi
dengan Nyonya Maria.
0 Kritikan:
Post a Comment